Mawar Berduri Duka
Karya: Hendrik Kurniawan
Deburan angin
menembus jiwaku, senja mulai merangkak ke ufuk barat, jingga mulai
menyapu langit, suasana yang sangat indah. Itulah hidupku, seorang pria
pecinta matahari. 'Sun' begitu aku menyebutnya. Hari telah malam, aku
pun beranjak dari pinggiran jalan itu menuju istanaku tercinta, rumah.
Sepeda motor kupacu dengan cepatnya, menderu membelah jalanan beraspal
di daerah Cipanas. Angin senja menerpa kulit wajahku, dingin. Tiba-tiba
suara seruan mengangungkan nama Allah, Tuhan di atas segala-galanya
melantun merdu, mengajak umat-Nya untuk bersimpuh di hadapan-Nya. Di
mesjid salah satu kampung di daerah itu, aku men-standar-kan sepeda
motor dan segera bergegas memasuki mesjid tersebut.
"Assalamu'alaikum...," ucapku memberi salam kepada seorang wanita berkerudung putih bersih, saat aku memasuki teras mesjid.
"Wa'alaikumsalam... ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyum tipis, senyum itu manis--manis sekali.
"Tempat wudunya di mana, ya?" tanyaku seraya membalas senyum itu.
"Oh, di sana. Di sebelah kiri, dekat parkiran." Jawabnya seraya menunjuk ke sebuah papan yang bertuliskan TEMPAT WUDU.
"Terima kasih." Kataku seraya mengayunkan kaki melangkah menuju tempat wudu.
***
Setelah selesai wudu, aku pun langssung menunaikan sembahyang salat
maghrib secara berjamaah. Ketika salam, saat salam terakhir aku melihat
gadis itu, sungguh anggun memakai mukena putih. Setelah memanjatkan doa
kepada Sang Maha Bijaksana, entah kenapa ada perasaan yang mendorong
untuk menghampiri gadis itu, dengan tekad yang bulat dari hati, aku
ayunkan kaki untuk menghampirinya.
"Assalamu'alaikum...," sapaku ragu.
"Wa'alaikumsalam... ada apa, ya?" tanyanya dengan senyuman mempesona itu.
"Boleh kenalan," keraguan masih mengantui tubuhku.
"Oh, tentu." jawabnya singkat, seraya tersenyum (lagi), subhanallah sungguh anggun gadis itu.
"Namanya siapa?"
"Hm... namaku Azahra,"
"Oh, nama yang cantik."
Azahra pun hanya tersipu malu, aku bisa melihat pipinya bak bunglon
yang sedang mimikri, memerah tersapu cahaya lampu mesjid yang terang
bersih.
"Kalo, nama Kakak siapa?" tanyanya polos.
"Nama Kakak Rifa."
Kami pun terus mengobrol sampai suatu perpisahan. Aku harus segera
bergegas pulang, karena malam telah larut, sebelumnya kami telah
bertukar nomor handphone.
***
Sesampainya di rumah, pikiranku telah ter-substitusi-kan gadis itu. Azahra, nama ini yang sekarang ada di pikiranku.
Rembulan yang sabit menemani malam yang dingin ini di teras rumah,
sendiri dengan teh hangat yang mengepulkan asap halus, harum merogoh
lubang hidungku. Kusesap teh itu sedikit. Menerawang ke langit,
bertaburan bintang menhiasi pekatnya. Berembus angin malam menerobos
masuk melalui pori-pori oblong hitam yang kupakai, mencolek-colek bulu
halus tubuhku, terasa dingin.
Tiba-tiba ibuku memanggil, segera kubereskan teh tersebut dan bergegas masuk.
***
Di kamar kulihat HP-ku tergeletak lesu di atas meja belajar. Datang
hasrat hati untuk meraih dan mencari kontak yang baru saja aku tambahkan
kemudian menghubunginya. Kuraih HP itu, lalu aku muai mencari di
phonebook, Azahra, yap! Berhasil aku temukan.
Kemudian diam sejenak.
Mataku memandangi layar HP, "Ditelepon jangan, ya?" gumamku.
"Ah, SMS saja. Lagi pula kalau aku telepon pasti tidak akan diangkat,
soalnya sudah terlalu malam." Aku pun mulai mencolek-colek mesra layar
HP-ku yang berisikan abjad.
___
Hai Azahra ...
Selamat malam.
Apa kamu sudah tidur? Kalo sudah selamat mimpi indah.
Kalo belum balas SMS aku, ya!
___
Kusentuh tulisan sendn pesan terkirim. Hatiku berdetak kencang, aneh
ada yang berbeda dalam hatiku. Tiba-tiba HP-ku berbunyi. Satu pesan
diterima, kusentuh open.
___
Belum. Aku belum tidur, kok.
Makasih, ya..., udah mau SMS aku.
Aku nunggu Kakak SMS aku duluan... :)
___
Ya Tuhan, ternyata dia mengharapkan SMS dariku. Hatiku entah mengapa seakan bahagia, kemudian aku balas SMS dari dia.
*Via SMS*
___
From: Rifa
Kenapa, kok belum tidur?
___
___
From: Azahra
Nggak kenapa-napa cuma belum mau aja, lagi pua aku nunggu SMS dari Kakak.
___
___
From: Rifa
Kenapa, kok nunggu SMS dari Kakak? Udah sana gih tidur. Sudah larut, cewek nggak baik tidur malem-malem.
___
___
From: Azahra
Iya deh, aku tidur dulu ya, ganteng.
See you... :)
___
Dia memanggilku ganteng? Aku tersipu bahagia. Aku pun segera merapat ke
kasur, tarik selimut, kemudian terlelap dalam tidur dengan wajah
sumringah senang. Semoga mimpi indah di malam yang dingin ini menyapaku
dengan hangat, sehangat 'sun' temanku.
***
Matahari membangunkanku dari mimpi, gelapnya telah tiba di awal fajar,
kurangkai kata demi kata, untuk menyambut hari yang cerah. Matahari
tersenyum kepadaku, kala kubuka jendela kamar, sungguh nyaman, hangatnya
matahari, sejuknya udara, dengan butiaran kristal yang bersemayam di
antara dedaunan. Pagi ini sungguh indah.
Aku mulai mengayunkan
kaki menuju kamar mandi, setelah mandi aku segera mengganti handuk yang
melilit di tubuhku dengan sepasang seragam putih abu-abu yang ber-badge
salah satu SMA di Cipanas. Setelah memakai baju dan celana, mengikatkan
sabuk, menggantung dasi, dan merapikan rambut, aku pun segera menuju
ruang makan.
"Selamat pagi, Bu... Pak...," sapaku kepada kedua orang tuaku.
"Selamat pagi, Nak. Gimana paginya?" tanya ibuku.
"Alhamdulillah, seperti biasa. Mengagumkan." jawabku.
Kami pun melakukan sarapan bersama, waktu sudah menunjukkkan pukul
06.30. Segera aku keluar dan mulai melirik Si Hitam, sepeda motor hadiah
ulang tahun dapi bapakku. Kutunggangi dia dan menancapkan kunci pada
lubangnya. Sepeda motor menderu meninggalkan sang istana.
***
Di perjalanan wajah Azahra mulai memenuhi setiap ruang pikiranku, gadis
yang aku temui di rumah Allah itu sungguh berbeda, dia cantik dan
memiliki senyum yang membuatku terpesona, "Duh... aku lupa lagi tidak
menanyakan dia sekolah di mana," gumamku. Tak terasa sepeda motor yang
kupacu telah terhenti di parkiran sekolahku.
Suasana di
sekolah masih saja sepi, hanya ada segelintir siswa yang rela untuk
datang lebih awal. Se-per-sekian jam bel masuk pun berbunyi, kegiatan
belajar-mengajar berjalan lancar. Tiba waktunya pulang, hiruk pikuk pun
terjadi di parkiran sekoah. Aku berhasil menerobos keramaiann mulai
kupacu Si Hitam, menderu menuju pinggiran jalan yang biasa aku datangi
untuk melihat sun terbenam, namun kala itu sun masih berada di atas
kepala.
Aku pun mengeluarkan handphone dan langsung bermain dengan jariku.
Kamu di mana?
Tulisku di badan pesan, kusentuh send, pesan terkirim.
*Via SMS*
___
From: Azahra
Aku di sini, di mesjid sedang menunnggu Kakak.
Kakak, kapan ke sini?
___
___
From: Rifa
Oh, tunggu aku akan segera ke sana.
Tunggu, ya!
___
Aku pun mulai memacu kembali Si Hitam, menuju mesjid yang aku singgahi
waktu kemarin. Sampai di tempat yang aku tuju, seorang wanita berjilbab
putih sedang duduk di teras mesjid.
"Hai, sudah lama nunggu?" sapaku seraya menghampiri gadis itu.
"Iya, dari waktu salat Dzhur tadi," jawabnya.
"Lho, kenapa? Kok segitunya," tanyaku heran.
"Aku ingin ketemu Kakak, aku kangen Kakak," katanya dengan berbinar sayu.
"Apa gerangan yang membuat kau rindu Kakak?" aku masih bingung kepada apa yang Azahra katakan barusan.
"Aku tahu, memang kita baru kenal. Tapi, ketahuilah, Kak. Aku merasa
nyyaman apabila dekat Kakak, aku mencintai Kakak," ucapan itu diutarakan
dengan nada lirih.
Aku tercengang mendengar ucapan tadi,
ucapan sebuah pengungkapan perasaan cinta seorang wanita kepadaku,
dengan raut penuh pengharapan.
"Ta... tapi kita kan baru saja kenal, aku tak mau gegabah," kataku.
"Tapi, Kak. Aku tidak bisa memendam ini," ucap Azahra denga getir.
"Ketahuilah aku belum pernah menjalin hubungan dengan wanita, aku tak
tahu apa yang wanita suka dari seorang pria, aku tak yakin bisa
membuatmu bahagia, aku pun sangat menyayangimu, tapi maaf jika aku tak
bisa mempertahankanmu," tegasku, tapi mata itu berbinar dilapisi oleh
kaca tipis seperti air.
"Itulah, Kak. Aku akan menerima apa pun resikonya,"
"Tapi, aku yang tak kuat bisa kau menerimanya,"
Azahra hanya terdiam.
Sunyi.
"Sudahlah, ayo biar Kakak ajak kamu ke tempat kesukaan Kakak," ajakku pada Azahra.
Azahra pun hana menurut dan mengekoriku menuju Si Hitam yang terparkir di depan gerbang mesjid, lalu duduk di goncengan.
Sepeda motor melaju dengan cepatnya meninggalkan mesjid yang menjadi
saksi pertemuanku dengan Azahra. Sampai di tempat yang biasa aku
datangi--pinggiran jalan. Aku men-standar-kan sepeda motor, sementara
Azahra duduk di sampingku.
"Aku bahagia sekali, Kak," kata Azahra dengan sejujurnya.
"Kakak juga," jawabku singkat.
Kami pun duduk di rumput.
"Tahukan, Az, betapa sering aku berpikir sesuatu yang lebih abadi daripada alam dan kita yang sifatnya hanya sementara,"
Azahra diam, dia menerawang ke ufuk barat memperhatikan senja yang
merangkak ke peraduannya, meninggalkan sang jingga menjelma menadi
gelap.
"Kau lihat tanaman di sekitar kita, Az. Bunga-bunga, pohon-pohon, virus-virus, dan juga diri kita, sifat kita hanya sementara,"
"Ah, jangan memikirkan soal yang serius,"
"Ini bukan serius, aku hanya membandingkannya dengan diri kita,"
Kemudian diam.
Hanya senja yang menyapa, dan kini benar-benar pergi menuju ufuk.
Tepat pukul 19.30 aku baru sampai ke rumah. Cerita tadi menjadi cerita
pertamaku berhubungan dengan seorang wanita cantik, berjilbab, dan
memiliki senyuman yang sanagn indah.
***
Akhir cerita...
"Maafkan aku Azahra, aku tidak bisa bersamamu, aku sudah pernah mengatakan bahwa aku tak bisa mempertahankanmu, maafkan aku,"
"Tidak... Kak, mereka salah," ujarnya dengan air mata bererai.
"Tidak, mereka tidak salah aku memang tak pantas untukmu, Az...," mataku pun mulai berkaca-kaca.
"Tidak, Kak,"
"Sudahkah, aku orang tak punya, aku tak bisa membuatmu bahagia,"
"Kak,"
Aku pun meninggalkan Azahra sendirian di tepian jalan yang menjadi
tempat istimewaku, sakit, hati Azahra, begitu pun aku yang ditolak
mentah-mentah oleh keluarganya karena status sosialku.
Beberapa hari kemudian, aku mendapatkan kabar bahwa keluarga Azahra
telah pindah, tapi aku tak tahu mereka pindah ke mana. Aku baca lagi SMS
terakhir dari Azahra, setelah mengirim pesan singkat ini nomornya tak
bisa dihubungi lagi.
___
From: Azahra
Kak, aku pindah bersama keluargaku.
Maaf, aku tak bisa memberitahumu.
Aku minta maaf telah membuat luka di hatimu :(
Kamu tetap senyum, ya! Cari wanita yang lebih indah daripada aku :)
___
Kejadian inilah yang membuatku sangat berhatiihati dengan hal yang
sangat sensitif, terutama cinta. Aku tahu cinta merupakan hal yang
abadi. Tapin sekuat apa pun kita bila saatnya waktu untuk berpisah,
semuanya tak bisa diganggu gugat, semua ini terjadi karena khendak-Nya.
Selesai.
___________
(+)kan facebook-ku di facebook.com/hendrikkurniawann
(+)kan twitter-ku di @hendrikkur_id
(+)kan instagram-ku di @hendrikkur79
(+)kan gmail-ku di hendrikkur79@gmail.com
(+)kan whatsapp-ku di 083892337199