Hallo, Walcome in My Blog

Red Yellow Electricity Lightning

Selasa, 11 Oktober 2016

Puisi Kehidupan



RUANG DAN WAKTU

Pembatas tak berlagu yang menggebu
Curahkan jalinan kasih yang memilu
Hingga kelabu. Namun, tak menderu
Bukan apa pun untuk menggapai cintamu

(September, 2016)

Puisi Cinta



KRONOLOGI WAKTU

Kemarin,
syair-syair indah pada deretan ranting ngilu, yang memikul nista pancarkan derita. Jelaganya pun itulah yang menari memecahkannya.

Hari ini,
syair-syair itu mulai bertelur, kini tergurat sesungging harap yang mungkin mengakar di sebait rasa yang mulai terjaga.

Besok,
cerita baru mulai tayang, di tabir-tabir emas yang meluapkan segala rasa yang menuai cinta. Ah, kini hasilkah? yuhu... aku rasa.

(September, 2016)

Puisi Romantis Untuk Kekasih



KAU ITU

Memesona,
hanya satu kata yang mengalir dari hati, untuk mengungkapkan ratusan bahkan entahlah kata teristimewa yang mampu meleburkan kasihku padamu.

Indah,
sesuatu rasa yang menawan hati, pada bongkahan merah muda dan menyala berikan efek manis di setiap larik syair yang kubuat untukmu. Semuanya tercipta karena liuk yang kau beri.

Kasih,
panggilku di larik terakhir yang bahasanya memerangi hati yang bergemuruh akibat syair memesona dan indah di atas.

Lucu,
ah, ternyata belum selesai karena masih tersirat kata istimewa untukmusang penyair yang memikat hati. Kala dengan candamu itu memagar nafsu yang terbawa tawa lucumu.

(September 2016)

Puisi Romantis



Antara Dia dan Ia

Antara dia dan ia
kutapaki cinta yang meramu indah
biaskan sinar merona; pesona
ku terlelap dalam (dua) cinta nyata
terbuai pada dua gumpal hati

Antara dia dan ia
bimbang; memilih antara
biar; kujalani meski serasa lara
karena hati ini telah terpakunya
api asmara, yang membara

Antara dia dan ia
kutemukan sebuah rasa; mekar
terbuncah pada goresan asa depan

Antara dia dan ia
telah termuat sejuta cinta; nyata
terkubur sejuta semua belaka
tercipta antara iya atau tidak

(Agustus 2016)

Jumat, 22 Juli 2016

Puisi Romantis 2016

Gadis Manis
Karya : Hendrik Kurniawan


Sayatan takdir menohok sembilu hati
Goresan cacat merembas di kesepian mati
Kau tak perlu begini,
Sedih
Menepi
Aku, lelaki setia menjagamu ini
Terlelap di dadaku,
Hilangkan sejuta kerikil di hati
Sunggingkan bibirmu, agar
Ketenangan memaksamu untuk melindungimu
Gadis manis...
Kau, mentari di langit kelabu
Bulan di langit tanpa bintang
Tapi, aku di sini
Setia memayungi terpaan rintik dingin
Menyeka setiap bulir keristal
Karena,
Kau segala dalam nirwana


Cisida, 15 Maret 2016

Puisi Nama 2016

Hendrik Kurniawan

Membuncah onak tak terhalang pandang
Menyibak setiap jenngkal nirwana pedang
Terurai dalam dekapan ranting waktu
Terkulum rapi di jemari rasa

Meliuk memecah derap inchi per inci
Tatih tertatih
Tengadah berselimut keristal
Terjun melintas Sang Cakrawala Alam

Dekit, berlompat ria termakan kelam
Tak padamkan setiap asa jiwa
Merombak kerikil di ujung senja
Torehkan lipatan ombak di dinding masa

Ratapan kini terlindas derasnya harapan
Tak lagi menghiruk pikukan gejolak angan
Mengecap setiap takdir di kaki Tuhan
Melirih tak menepuk Sang Nasib

(2016)

Cerpen Romantis Islami 2016

Mawar Berduri Duka
Karya: Hendrik Kurniawan

Deburan angin menembus jiwaku, senja mulai merangkak ke ufuk barat, jingga mulai menyapu langit, suasana yang sangat indah. Itulah hidupku, seorang pria pecinta matahari. 'Sun' begitu aku menyebutnya. Hari telah malam, aku pun beranjak dari pinggiran jalan itu menuju istanaku tercinta, rumah.
Sepeda motor kupacu dengan cepatnya, menderu membelah jalanan beraspal di daerah Cipanas. Angin senja menerpa kulit wajahku, dingin. Tiba-tiba suara seruan mengangungkan nama Allah, Tuhan di atas segala-galanya melantun merdu, mengajak umat-Nya untuk bersimpuh di hadapan-Nya. Di mesjid salah satu kampung di daerah itu, aku men-standar-kan sepeda motor dan segera bergegas memasuki mesjid tersebut.
"Assalamu'alaikum...," ucapku memberi salam kepada seorang wanita berkerudung putih bersih, saat aku memasuki teras mesjid.
"Wa'alaikumsalam... ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan senyum tipis, senyum itu manis--manis sekali.
"Tempat wudunya di mana, ya?" tanyaku seraya membalas senyum itu.
"Oh, di sana. Di sebelah kiri, dekat parkiran." Jawabnya seraya menunjuk ke sebuah papan yang bertuliskan TEMPAT WUDU.
"Terima kasih." Kataku seraya mengayunkan kaki melangkah menuju tempat wudu.
***


Setelah selesai wudu, aku pun langssung menunaikan sembahyang salat maghrib secara berjamaah. Ketika salam, saat salam terakhir aku melihat gadis itu, sungguh anggun memakai mukena putih. Setelah memanjatkan doa kepada Sang Maha Bijaksana, entah kenapa ada perasaan yang mendorong untuk menghampiri gadis itu, dengan tekad yang bulat dari hati, aku ayunkan kaki untuk menghampirinya.
"Assalamu'alaikum...," sapaku ragu.
"Wa'alaikumsalam... ada apa, ya?" tanyanya dengan senyuman mempesona itu.
"Boleh kenalan," keraguan masih mengantui tubuhku.
"Oh, tentu." jawabnya singkat, seraya tersenyum (lagi), subhanallah sungguh anggun gadis itu.
"Namanya siapa?"
"Hm... namaku Azahra,"
"Oh, nama yang cantik."
Azahra pun hanya tersipu malu, aku bisa melihat pipinya bak bunglon yang sedang mimikri, memerah tersapu cahaya lampu mesjid yang terang bersih.
"Kalo, nama Kakak siapa?" tanyanya polos.
"Nama Kakak Rifa."
Kami pun terus mengobrol sampai suatu perpisahan. Aku harus segera bergegas pulang, karena malam telah larut, sebelumnya kami telah bertukar nomor handphone.
***


Sesampainya di rumah, pikiranku telah ter-substitusi-kan gadis itu. Azahra, nama ini yang sekarang ada di pikiranku.

Rembulan yang sabit menemani malam yang dingin ini di teras rumah, sendiri dengan teh hangat yang mengepulkan asap halus, harum merogoh lubang hidungku. Kusesap teh itu sedikit. Menerawang ke langit, bertaburan bintang menhiasi pekatnya. Berembus angin malam menerobos masuk melalui pori-pori oblong hitam yang kupakai, mencolek-colek bulu halus tubuhku, terasa dingin.

Tiba-tiba ibuku memanggil, segera kubereskan teh tersebut dan bergegas masuk.
***


Di kamar kulihat HP-ku tergeletak lesu di atas meja belajar. Datang hasrat hati untuk meraih dan mencari kontak yang baru saja aku tambahkan kemudian menghubunginya. Kuraih HP itu, lalu aku muai mencari di phonebook, Azahra, yap! Berhasil aku temukan.

Kemudian diam sejenak.

Mataku memandangi layar HP, "Ditelepon jangan, ya?" gumamku.

"Ah, SMS saja. Lagi pula kalau aku telepon pasti tidak akan diangkat, soalnya sudah terlalu malam." Aku pun mulai mencolek-colek mesra layar HP-ku yang berisikan abjad.
___
Hai Azahra ...
Selamat malam.
Apa kamu sudah tidur? Kalo sudah selamat mimpi indah.
Kalo belum balas SMS aku, ya!
___
Kusentuh tulisan sendn pesan terkirim. Hatiku berdetak kencang, aneh ada yang berbeda dalam hatiku. Tiba-tiba HP-ku berbunyi. Satu pesan diterima, kusentuh open.
___
Belum. Aku belum tidur, kok.
Makasih, ya..., udah mau SMS aku.
Aku nunggu Kakak SMS aku duluan... :)
___
Ya Tuhan, ternyata dia mengharapkan SMS dariku. Hatiku entah mengapa seakan bahagia, kemudian aku balas SMS dari dia.

*Via SMS*
___
From: Rifa
Kenapa, kok belum tidur?
___

___
From: Azahra
Nggak kenapa-napa cuma belum mau aja, lagi pua aku nunggu SMS dari Kakak.
___

___
From: Rifa
Kenapa, kok nunggu SMS dari Kakak? Udah sana gih tidur. Sudah larut, cewek nggak baik tidur malem-malem.
___

___
From: Azahra
Iya deh, aku tidur dulu ya, ganteng.
See you... :)
___

Dia memanggilku ganteng? Aku tersipu bahagia. Aku pun segera merapat ke kasur, tarik selimut, kemudian terlelap dalam tidur dengan wajah sumringah senang. Semoga mimpi indah di malam yang dingin ini menyapaku dengan hangat, sehangat 'sun' temanku.
***

Matahari membangunkanku dari mimpi, gelapnya telah tiba di awal fajar, kurangkai kata demi kata, untuk menyambut hari yang cerah. Matahari tersenyum kepadaku, kala kubuka jendela kamar, sungguh nyaman, hangatnya matahari, sejuknya udara, dengan butiaran kristal yang bersemayam di antara dedaunan. Pagi ini sungguh indah.

Aku mulai mengayunkan kaki menuju kamar mandi, setelah mandi aku segera mengganti handuk yang melilit di tubuhku dengan sepasang seragam putih abu-abu yang ber-badge salah satu SMA di Cipanas. Setelah memakai baju dan celana, mengikatkan sabuk, menggantung dasi, dan merapikan rambut, aku pun segera menuju ruang makan.

"Selamat pagi, Bu... Pak...," sapaku kepada kedua orang tuaku.
"Selamat pagi, Nak. Gimana paginya?" tanya ibuku.
"Alhamdulillah, seperti biasa. Mengagumkan." jawabku.

Kami pun melakukan sarapan bersama, waktu sudah menunjukkkan pukul 06.30. Segera aku keluar dan mulai melirik Si Hitam, sepeda motor hadiah ulang tahun dapi bapakku. Kutunggangi dia dan menancapkan kunci pada lubangnya. Sepeda motor menderu meninggalkan sang istana.
***

Di perjalanan wajah Azahra mulai memenuhi setiap ruang pikiranku, gadis yang aku temui di rumah Allah itu sungguh berbeda, dia cantik dan memiliki senyum yang membuatku terpesona, "Duh... aku lupa lagi tidak menanyakan dia sekolah di mana," gumamku. Tak terasa sepeda motor yang kupacu telah terhenti di parkiran sekolahku.

Suasana di sekolah masih saja sepi, hanya ada segelintir siswa yang rela untuk datang lebih awal. Se-per-sekian jam bel masuk pun berbunyi, kegiatan belajar-mengajar berjalan lancar. Tiba waktunya pulang, hiruk pikuk pun terjadi di parkiran sekoah. Aku berhasil menerobos keramaiann mulai kupacu Si Hitam, menderu menuju pinggiran jalan yang biasa aku datangi untuk melihat sun terbenam, namun kala itu sun masih berada di atas kepala.

Aku pun mengeluarkan handphone dan langsung bermain dengan jariku.

Kamu di mana?

Tulisku di badan pesan, kusentuh send, pesan terkirim.

*Via SMS*
___
From: Azahra
Aku di sini, di mesjid sedang menunnggu Kakak.
Kakak, kapan ke sini?
___

___
From: Rifa
Oh, tunggu aku akan segera ke sana.
Tunggu, ya!
___

Aku pun mulai memacu kembali Si Hitam, menuju mesjid yang aku singgahi waktu kemarin. Sampai di tempat yang aku tuju, seorang wanita berjilbab putih sedang duduk di teras mesjid.
"Hai, sudah lama nunggu?" sapaku seraya menghampiri gadis itu.
"Iya, dari waktu salat Dzhur tadi," jawabnya.
"Lho, kenapa? Kok segitunya," tanyaku heran.
"Aku ingin ketemu Kakak, aku kangen Kakak," katanya dengan berbinar sayu.
"Apa gerangan yang membuat kau rindu Kakak?" aku masih bingung kepada apa yang Azahra katakan barusan.
"Aku tahu, memang kita baru kenal. Tapi, ketahuilah, Kak. Aku merasa nyyaman apabila dekat Kakak, aku mencintai Kakak," ucapan itu diutarakan dengan nada lirih.
Aku tercengang mendengar ucapan tadi, ucapan sebuah pengungkapan perasaan cinta seorang wanita kepadaku, dengan raut penuh pengharapan.
"Ta... tapi kita kan baru saja kenal, aku tak mau gegabah," kataku.
"Tapi, Kak. Aku tidak bisa memendam ini," ucap Azahra denga getir.
"Ketahuilah aku belum pernah menjalin hubungan dengan wanita, aku tak tahu apa yang wanita suka dari seorang pria, aku tak yakin bisa membuatmu bahagia, aku pun sangat menyayangimu, tapi maaf jika aku tak bisa mempertahankanmu," tegasku, tapi mata itu berbinar dilapisi oleh kaca tipis seperti air.
"Itulah, Kak. Aku akan menerima apa pun resikonya,"
"Tapi, aku yang tak kuat bisa kau menerimanya,"
Azahra hanya terdiam.

Sunyi.

"Sudahlah, ayo biar Kakak ajak kamu ke tempat kesukaan Kakak," ajakku pada Azahra.
Azahra pun hana menurut dan mengekoriku menuju Si Hitam yang terparkir di depan gerbang mesjid, lalu duduk di goncengan.

Sepeda motor melaju dengan cepatnya meninggalkan mesjid yang menjadi saksi pertemuanku dengan Azahra. Sampai di tempat yang biasa aku datangi--pinggiran jalan. Aku men-standar-kan sepeda motor, sementara Azahra duduk di sampingku.
"Aku bahagia sekali, Kak," kata Azahra dengan sejujurnya.
"Kakak juga," jawabku singkat.

Kami pun duduk di rumput.

"Tahukan, Az, betapa sering aku berpikir sesuatu yang lebih abadi daripada alam dan kita yang sifatnya hanya sementara,"

Azahra diam, dia menerawang ke ufuk barat memperhatikan senja yang merangkak ke peraduannya, meninggalkan sang jingga menjelma menadi gelap.

"Kau lihat tanaman di sekitar kita, Az. Bunga-bunga, pohon-pohon, virus-virus, dan juga diri kita, sifat kita hanya sementara,"
"Ah, jangan memikirkan soal yang serius,"
"Ini bukan serius, aku hanya membandingkannya dengan diri kita,"

Kemudian diam.
Hanya senja yang menyapa, dan kini benar-benar pergi menuju ufuk.
 
Tepat pukul 19.30 aku baru sampai ke rumah. Cerita tadi menjadi cerita pertamaku berhubungan dengan seorang wanita cantik, berjilbab, dan memiliki senyuman yang sanagn indah.
***

Akhir cerita...
"Maafkan aku Azahra, aku tidak bisa bersamamu, aku sudah pernah mengatakan bahwa aku tak bisa mempertahankanmu, maafkan aku,"
"Tidak... Kak, mereka salah," ujarnya dengan air mata bererai.
"Tidak, mereka tidak salah aku memang tak pantas untukmu, Az...," mataku pun mulai berkaca-kaca.
"Tidak, Kak,"
"Sudahkah, aku orang tak punya, aku tak bisa membuatmu bahagia,"
"Kak,"
Aku pun meninggalkan Azahra sendirian di tepian jalan yang menjadi tempat istimewaku, sakit, hati Azahra, begitu pun aku yang ditolak mentah-mentah oleh keluarganya karena status sosialku.

Beberapa hari kemudian, aku mendapatkan kabar bahwa keluarga Azahra telah pindah, tapi aku tak tahu mereka pindah ke mana. Aku baca lagi SMS terakhir dari Azahra, setelah mengirim pesan singkat ini nomornya tak bisa dihubungi lagi.
___
From: Azahra
Kak, aku pindah bersama keluargaku.
Maaf, aku tak bisa memberitahumu.
Aku minta maaf telah membuat luka di hatimu :(
Kamu tetap senyum, ya! Cari wanita yang lebih indah daripada aku :)
___
Kejadian inilah yang membuatku sangat berhatiihati dengan hal yang sangat sensitif, terutama cinta. Aku tahu cinta merupakan hal yang abadi. Tapin sekuat apa pun kita bila saatnya waktu untuk berpisah, semuanya tak bisa diganggu gugat, semua ini terjadi karena khendak-Nya.

Selesai.

___________
(+)kan facebook-ku di facebook.com/hendrikkurniawann
(+)kan twitter-ku di @hendrikkur_id
(+)kan instagram-ku di @hendrikkur79
(+)kan gmail-ku di hendrikkur79@gmail.com
(+)kan whatsapp-ku di 083892337199